BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja
merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa
perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi
perubahan biologi, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. Di sebagian
masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya di mulai pada usia 10-13 tahun
dan berakhir pada usia 18-22 tahun. World Health Organization (WHO) remaja
merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur
mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak
menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan
menjadi relatif mandiri.
Menurut Pardede (2002), masa remaja
merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang
individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa
yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan
sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan.
Mengakhiri pada
abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ditandai oleh fenomena transisi demografi
ini menyebabkan perubahan pada struktur penduduk, terutama
struktur penduduk menurut umur. Apabila sebelumnya penduduk yang terbesar adalah anak-
anak maka dalam masa transisi ini proporsi penduduk usia remaja semakin
besar.Terdapat 36.600.000 (21% dari total penduduk) remaja di indonesia dan
diperkirakan jumlahnya mencapai 43.650.000.Pada awal abd ke-21.
Jumlah remaja
yang tidak sedikit merupakan potensi yang sangat berarti dalam melanjutkan
pembangunan di indonesia. Seperti yang tercantum dalam garis-garis besar
pembangunan indonesia bahwa pembinaan anak dan remaja dilaksanakan melalui
peningkatan gizi,
pembinaan
perilaku kehidupan beragama dan budi pekerti luhur, penumbuhan
minat belajar,
peningkatan
daya cipta dan daya nalar serta kreatifitas, penumbuhan
idealisme dan patriotisme. Akan tetapi adanya ketidakseimbangan upaya pembangunan
yang di lakukan terutama terhadap remaja, akhirnya menimbulkan masalah bagi pembangunan itu
sendiri.
Salah satu
dampak ketidakseimbangan pembangunan itu adalah terjadinya perubahan mendasar
yang menyangkut sikap dan prilaku seksual pranikah dikalangan remaja. Di amerika
latin anak muda berusia 15-24 tahun melakukan intercourse (hubungan seksual)
rata-rata pada usia 15 tahun bagi laki-laki dan usia 17 tahun bagi perempuan, Sedangkan di
indonesia satu dari lima anak pertama yang dilahirkan pada wanita menikah pada
usia 20-24 tahun merupakan anak hasil hubungan seksual sebelum menikah. Tidak tepat dan
tidak benarnya informasi mengenai seksual dan reproduksi yang mereka terima
semakin membuat runyam masalah perilaku seksual remaja pranikah.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud
dengan remaja dalam konsep kesehatan masyarakat?
1.2.2 Apa saja faktor
yang mempengarui kesehatan reproduksi pada remaja?
1.2.3 Dampak apa yang terjadi pada remaja
ketika melakukan hubungan seks pranikah?
1.2.4 Bagaimana solusi yang tepat mengatasi masalah
kesehatan reproduksi pada remaja?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mampu memberikan pendidikan kesehatan
demi tercapianya derajat kesehatan pada semua remaja baik laki-laki maupun perempuan.
1.3.2 Mengidentifikasi konsep kespro serta
faktor yang mempengaruhi kesehatan anak remaja.
1.3.3 Mendiskusikan latar belakang tentang
kesehatan reproduksi remaja
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Kesehatan
Reproduksi Remaja
Kesehatan
Reproduksi (kespro) Menurut WHO
adalah suatu keadaan
fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi
serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan
seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat
dan aman.
Kesehatan
Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini
tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga
sehat secara mental serta sosial kultural (Depkes, 2001: 3).
Menurut
WHO, yang disebut remaja adalah individu yang sedang mengalami masa
peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami
perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan
keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri. Batasan usia remaja menurut WHO
adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usia
remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
Masa
remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini
merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial.
Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada
usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).
Menurut
Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak
yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12
tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.
Berdasarkan
umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja
yaitu:
1) Pada buku-buku pediatri, pada
umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur
10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2) Menurut undang-undang No. 4 tahun
1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun
dan belum menikah.
3) Menurut undang-undang perburuhan,
anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah
dan mempunyai tempat tinggal.
4) Menurut undang-undang perkawinan
No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16
tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
5) Menurut dinas kesehatan anak
dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan
saat lulus sekolah menengah.
6) Menurut WHO, Remaja bila anak
telah mencapai umur 10-18 tahun.
(Soetjiningsih,2004).
Remaja
perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar
mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya.
Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku
yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Pengetahuan
Dasar yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai
kesehatan reproduksi yang baik, antara lain :
1) Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi
alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja)
2) Remaja perlu
mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai
dengan keinginnannya dan pasanganya
3) Penyakit
menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan
reproduksi
4)
Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
5)
Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
6)
Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
7) Mengambangkan
kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu
menangkal hal-hal yang bersifat negatif
8)
Hak-hak reproduksi.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu :
1) Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang
terpencil).
2) Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak
rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja
karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
3) Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada
remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita
pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb),
4) Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran
reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi antara lain adalah:
a)
Konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB)
b) Pelayanan
kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi
baru lahir/neonatal)
c) Pengobatan
infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk
pencegahan kemandulan
d)
Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
e)
Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kesehatan reproduksi.
2.2 Tahap
– tahap Perkembangan Remaja
Dalam
proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap
perkembangan remaja:
1) Remaja awal (early adolescent)
Seorang
remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan perubahan yang
terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai
perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang
bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang
berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego
menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa.
2) Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap
ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau
banyak teman yang mengakuinya. Ada
kecenderungan narsistis dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya,
selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang
mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau
pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus
membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu
sendiri pada masa anak-anak) dengan
mempererat hubungan dengan kawankawan.
3) Remaja akhir (late adolescent)
Tahap ini
adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal yaitu:
• Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi
intelek.
• Egonya mencari kesempatan untuk
bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.
• Terbentuk identitas seksual yang
tidak akan berubah lagi.
• Egosentrisme (terlalu memusatkan
perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan
diri sendiri dengan orang lain.
• Tumbuh ”dinding” yang memisahkan
diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2008).
Berkaitan
dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk mengenal
perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri
perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:
1) Masa remaja awal (10-12 tahun)
• Tampak dan memang merasa lebih
dekat dengan teman sebaya.
• Tampak dan merasa ingin bebas.
• Tampak dan memang lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2) Masa remaja tengah (13-15 tahun)
• Tampak dan ingin mencari identitas
diri.
• Ada keinginan untuk berkencan atau
ketertarikan pada lawan jenis.
• Timbul perasaan cinta yang
mendalam.
3) Masa remaja akhir (16-19 tahun)
• Menampakkan pengungkapan kebebasan
diri.
• Dalam mencari teman sebaya lebih
selektif.
• Memiliki citra (gambaran, keadaan,
peranan) terhadap dirinya.
• Dapat mewujudkan perasaan cinta.
• Memiliki kemampuan berpikir khayal
atau abstrak. (Widyastuti dkk, 2009)
Pertumbuhan
Fisik Pada Remaja Perempuan :
1) Mulai menstruasi.
2) Payudara dan panggul membesar.
3)
Indung telur membesar.
4)
Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
5)
Vagina mengeluarkan cairan.
6)
Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
7)
Tubuh bertambah tinggi (Lengan dan Tungkai kaki bertambah
panjang )
8) Tulang-tulang
wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti anak kecil
lagi.
9)
Kaki dan tangan bertambah besar
10)
Keringat bertambah banyak
11)
Indung telur mulai membesar dan berfungsi sebagai organ
reproduksi
Perubahan
fisik yang terjadi pada remaja laki-laki :
1)
Terjadi perubahan suara mejadi besar dan berat.
2)
Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin.
3) Tumbuh kumis.
4) Mengalami mimpi basah.
5)
Tumbuh jakun.
6)
Pundak dan dada bertambah besar
7)
Penis dan buah zakar membesar.
8)
Tubuh bertambah berat dan tinggi
9)
Keringat bertambah banyak
10)
Kulit dan rambut mulai berminyak
11)
Lengan dan tungkai kaki bertambah besar
12) Tulang-tulang
wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti anak kecil
lagi
Perubahan Psikis juga terjadi
baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki, mengalami perubahan emosi,
pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab, yaitu :
1) Remaja lebih senang berkumpul diluar
rumah dengan kelompoknya.
2) Remaja lebih sering membantah atau
melanggar aturan orang tua.
3) Remaja ingin menonjolkan diri atau
bahkan menutup diri.
4) Remaja kurang mempertimbangkan maupun
menjadi sangat tergantung pada kelompoknya.
Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih
mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dari lingkungan barunya.
2.3 Determinan
Perkembangan Remaja
Pada bagian ini juga penting diketahui aspek atau
faktor-faktor yang berhubungan atau yang mempengaruhi kehidupan remaja.
Keluarga, sekolah, dan tetangga merupakan aspek yang secra langsung
mempengaruhi kehidupan remaja, sedangan struktur sosial, ekonomi politik, dan
budaya lingkungan merupakan aspek yang memberikan pengarauh secara tidak
langsung terhadap kehidupan remaja. Secara garis besarnya ada dua tekanan pokok
yang berhubungan dengan kehidupan remaja ,yaitu internal pressure (tekanan dari
dalam diri remaja) dan external pressure (tekanan dari luar diri remaja)
Tekanan dari dalam (internal pressure) merupakan tekanan
psikologis dan emosional. Sedangkan teman sebaya, orang tua guru, dan
masyarakat merupakan sumber dari luar (external pressure). Teori ini akan
membantu kita memahami masalah yang dihadapi remaja salah satunya adalah
masalah kesehatan reproduksi.
2.4 Perilaku
seksual remaja dan kesehatan reproduksi
Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang
memiliki pengertian yang sangat berbeda satu sama lainya. Perilaku dapat di
artikan sebagai respons organisme atau respons seseorang terhadap stimulus
(rangsangan) yang ada(Notoatmojdo,2007). Sedangakan seksual adalah
rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks. Jadi
perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan berhubungan dengan
dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
Adanya penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja
untuk aktif secara seksual lebih dini. Dan adanya presepsi bahwa dirinya
memiliki resiko yang lebih rendah atau tidak beresiko sama sekali yang
berhubungan dengan perilaku seksual, semakin mendorong remaja memenuhi memenuhi
dorongan seksualnya pada saat sebelum menikah. Dan banyak remaja mengira bahwa
kehamilan tidak akan terjadi pada intercourse (sanggama) yang pertama kali atau
dirinya tidak akan pernah terinfeksi HIV/AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup
kuat.
Mengenai kesehatan reproduksi, ada beberapa konsep
tentang kesehatan reproduksi, namun dalam tulisan ini hanya akan dikemukakan
dua batasan saja. (ICPD) dan sai dan Nassim). Batasan kesehatan reproduksi
menurut International Conference on Population and Development(ICPD) hampir
berdekatan dengan batasan ‘sehat’ dari WHO. Kesehatan reproduksi menurut ICPD
adalah keadaan sehat jasmani, rohani,dan buakan hanya terlepas dari ketidak
hadiran penyakit atau kecacatan semata, yang berhubungan sistem fungsi, dan
proses reproduksi(ICPD,1994).
Beberapa tahun sebelumnya Rai dan Nassim mengemukakan definisi
kesehatan reproduksi mencakup kondisi di mana wanita dan pria dapat melakukan
hubungan seks secara aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan, dan
bila kehamilan diinginkan, wanita di mungkinkan menjalani kehamilan dengan
aman, melahirkan anak yang sehat serta di dalam kondisi siap merawat anak yang
dilahirkan (Iskandar, 2003)
Dari kedua definisi kesehatan reproduksi tersebut ada
beberapa faktor yang berhubungan dengan status kesehatan reproduksi seseorang,
yaitu faktor sosial ,ekonomi,budaya, perilaku lingkungan yang tidak sehat, dan
ada tidaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu mengatasi gangguan
jasmani dan rohani. Dan tidak adanya akses informasi merupakan faktor
tersendiri yang juga mempengaruhi kesehatan reproduksi.
Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku
manusia yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi seseorang. Pada
pasal 7 rencana kerja ICPD Kairo dicantumkam definisi kesehatan reproduksi
menyebabkan lahirnya hak-hak reproduksi. Berdasarkan pasal tersebut hak-hak
reproduksi di dasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi semua pasangan dan
pribadi untuk menentukan secara bebas dan bertangung jawab mengenai jumlah
anak, penjarangan anak (birth spacing), dan menentukan waktu kelahiran
anak-anak mereka dan mempunyai informasi dan cara untuk memperolehnya, serta
hak untuk menentukan standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam
pengertian ini ada jaminan individu untuk memperoleh seks yang sehat di samping
reproduksinya yang sehat (ICPD, 1994). Sudah barang tentu saja kedua faktor itu
akan sangat mempengaruhi tercapai atau tidak kesehatan reproduksi seseorang
,termasuk kesehatan reproduksi remaja.
2.5 Perilaku seksual
berisiko remaja saat ini
Seperti telah
dikemukakan di bagian pendahuluan, banyak berita di media massa yang
menggambarkan fenomena perilaku seksual remaja pranikah di indonesia.
Sebenarnya perilaku seksual remaja pranikah sudah ada sejak manusia ada. Tetapi
informasi tentang perilaku tersebut cenderung tidak terungkap secara luas.
Sekarang kondisi masyarakat telah berubah. Dengan telah makin terbukanya arus informasi, makin banyak
pula yang mengungkapkan permasalahan perilaku seksual remaja, termasuk hubungan
seksual pranikah
Perilaku seks remaja di kota Samarinda boleh
dikata sudah cukup mengkhawatirkan. 56
Persen Hubungan Seks Dilakukan Pada Usia 13-16 tahun. Demikian
antaralain hasil survey Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) Kalimantan Timur tentang perilaku remaja Samarinda tahun 2008. Dari 300
remaja (usia 13-20 tahun) yang disurvey, 12 persen responden mengaku
sudah melakukan hubungan seks. Celakanya, 56 persen diantaranya sudah melakukan
hubungan layaknya suami istri itu pada usia antara 13-16 tahun. Survey
dilakukan di kalangan remaja, termasuk sebagian besarnya adalah pelajar
SMU/SMK.
Masih dari hasil survey yang sama, alasan tertinggi hubungan
seks dilakukan yakni sebesar 33 persen adalah karena “dorongan hasrat seks”. 28
persen responden menyebut karena alasan “cinta”, sementara 22 persen responden
yang lain menggunakan dalih “suka sama suka”. Di luar persentase itu, 17 persen
responden mengaku melakukan hubungan intim karena “terpaksa”.
Hubungan seks dominasinya dilakukan dengan pacar (44 persen), bahkan
dengan teman sendiri (28 persen). Hubungan seks lain yang dilakukan para remaja
diantaranya dilakukan dengan para PSK (28 persen).
73 persen remaja mengaku sudah berpacaran dan 9 persen
diantaranya sudah melakukan hubungan seks diluar nikah. 50 persen responden
menyebut alasan pacaran sebagai media “penyemangat”. Namun 27 persen
responden mengaku tidak berpacaran. 36 persen diantaranya mengaku belum siap
dan 24 persen yang lain blak-blakan mengaku dilarang ortu.
Alasan mereka melakukan hubungan intim saat pacaran,
lagi-lagi karena hentakan hasrat seks yang tinggi (53 persen), 32
persen menyebut alasan bukti cinta dan sekadar mengikuti trend. 15 persen
responden yang lain melakukan hubungan seks karena alasan “coba-coba”.
Survei PKBI Kaltim juga mencatat bahaya memberi kebebasan
terhadap remaja tinggal sendiri dalam rumah kos-kosan. 28 persen hubungan seks
para remaja ternyata dilakukan di kos-kosan. 23 persen dilakukan di
rumah ortu dan 8 persen dilakukan di tempat rekreasi. Yang agak miris lagi,
ternyata sekolah juga tidak lepas dari ajang pesta seks remaja (14 persen). 99
persen responden mengaku sudah mengenal pornografi dari berbagai media,
termasuk situs porno di internet. Dan hanya 1 persen yang mengatakan tidak
mengenal. 53 persen responden mengaku sudah mengenal pornografi sejak usia
dibawah 15 tahun.
Terkait pornografi yang ada di dunia maya internet sebanyak
73 persen responden meyakini penutupan situs porno bisa mengurangi perilaku
negatif para remaja. 300 responden juga memberi resep “melakukan
kegiatan positif” (62 persen), “aktif berorganisasi” (15 persen), “pilih-pilih
pergaulan” (16 persen) dan “tidak pacaran” (7 persen) sebagai hal-hal yang
paling mungkin dilakukan agar terhindar dari seks bebas.
Angka lebih mencengangkan justru tergambar dari
pengakuan responden tentang apa yang mereka ketahui tentang perilaku seks
teman-teman mereka. 300 responden yang disuguhi pertanyaan “Apakah anda
mengetahui teman anda melakukan hubungan seks diluar nikah”, 64 persen menyebut
“ya” mengetahui. 36 persen sisanya menjawab “tidak mengetahui”. Mereka
bahkan bisa menjawab dengan siapa hubungan seks itu dilakukan.
Pastinya 55 persen responden menyebut hubungan seks dilakukan dengan pacar
masing-masing. 21 persen dilakukan dengan teman yang lain, 6 persen dilakukan
dengan PSK dan 18 persen dilakukan dengan selain dari yang tersebut diatas.
Juga disebutkan 33 persen hubungan seks teman-teman mereka dilakukan pada usia
antara 13-16 tahun. 37 persen pada usia 17-20 tahun.
Tempat kos dan rumah ortu masih mendominasi tempat dimana
perzinahan itu banyak dilakukan. 36 persen seks bebas dilakukan di rumah ortu
dan 28 persen di tempat kos. Sekolah juga menjadi ajang perzinahan yakni
sebesar 8 persen pengakuan responden.“Setidaknya ini bisa jadi bahan kajian,
kapan dan dari mana seharusnya pendidikan tentang seks harus diberikan. Agar
para remaja bisa memahami seks secara benar, termasuk dalam kaitan norma dan
etikanya,” kata Direktur Pelaksana Daerah PKBI Kaltim Sumadi
Atmodiharjo
Faktor-faktor yang sangat terkait kondisi saat ini
menyebabkan perilaku serksual remaja semakin menggejala akhir-akhir ini. Namun
begitu, banyak remaja tidak mengindahkan bahkan tidak tahu dampak dari perilaku
seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat
ataupun waktu yang lebih panjang. Sebuhungan dengan definisi kesehatan
reproduksi yang telah di bicarakan dahulu, berikut ini akan di bahas mengenai
beberapa dampak perilaku seksual remaja pranikah terhadap kesehatan reproduksi.
1)
Hamil yang
tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)
Unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak di kehendaki)
merupakan salah satu akibat dari perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan
yang keliru seperti: melakuakan hubungan seks pertama kali, atau hubungan seks
jarang dilakuakan,atau perempuan masih muda usianya, atau bila hubungan seks
dilakuan sebelum atau sesudah menstruasi, atau bila mengunakan teknik coitus
interuptus (sanggama terputus), kehamilan tidak akan terjadi merupakan pencetus
semakin banyaknya kasus unwanted pregnancy. Seperti salah satu kasus pada penelitian
khisbiyah (1995) ada responden mengatakan, untuk menghindari kehamilan maka
hubungan seks dilakuakan di antara dua waktu menstruasi. Informasi itu tentu
saja bertentangan dengan kenyataan bahwa sebenarnya masa antara dua siklus
menstruasi itu merupakan masa subur bagi seorang wanita.
2)
Penyakit menular seksual (PMS) –HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap
kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Sering kali remaja
melakukan hubungan seks yang tidak aman. Adanya kebiasaan berganti-ganti
pasangan dan melakuakan anal seks menyebabkan remaja semakin rentan untuk
tertular PMS/HIV, seperti sifilis, gonore, herpes, klamidia dan AIDS . dari
data yang ada menukjukan bahwa diantara penderita atau kasus HIV/AIDS, 53,0%
berusia antara 15-29 tahun. Tidak terbatasnya cara melakuakan hubungan kelamin
pada genital-genital saja(bisa juga oragenital) menyebabkan penyakit kelamin
tidak saja terbatas pada daerah genital, tetapi dapat juga pada daerah-daerah
ektra genital.
3)
Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat
berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Setelah
kehamilan terjadi,
pihak perempuan
atau tepatnya korban utama dalam masalah ini. Kodrat untuk hamil dan melahirkan
menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat delimatis. Dalam
pandangan masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga, yang
secara telak mencoreng nama baik keluarga dan ia adalah si pendosa yang
melangar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman sosial ini tidak jarang
meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan
binggung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui
kehamilanya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan
kadang disertai rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada
pasangan, dan kepada nasib membuat kondisi sehat secara fisik, sosial dan
mental yang berhubungan dengan sistem ,fungsi,dan proses reproduksi remaja
tidak terpenuhi.
Namun ada hal
yang perlu pula untuk diketahui bahwa dampak yang terjadi pada remaja bukan
hanya pada saat pranikah, namun dapat pula memberikan dampak negatif saat
menikah dan hamil muda.
Dan tetap perlu
diingat bahwa perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun sedang berada di
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik. Karena tubuhnya belum
berkembang secara maksimal, maka perlu dipertimbangkan hambatan/ kerugian
antara lain :
a) Ibu muda pada waktu hamil kurang
memperhatikan kehailannya termasuk control kehamilan. Hal ini berdampak pada
meningkatnya berbagai resiko kehamilan.
b) Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami
ketidakteraturan tekanan darah yang dapat berdampak pada keracunan kehamilan
serta kejang yang berakibat pada kematian.
c) Penelitian juga
memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (di bawah 20tahun) sering kali
berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan belum
sempurnanya perkembangan dinding rahim.
d) Dari sisi pertimbangan psikologis, remaja
masih merupakan kepanjangan dari masa kanak-kanak. Kebutuhan untuk bermain
dengan teman sebaya, kebutuhan untuk diperhatikan, disayang dan diberi
dorongan, masih begitu besar sebelum ia benar-benar siap untuk mandiri.
e) Wawasan
berpikirnya belum luas dan cukup matang untuk bisa menghadapi kesulitan,
pertengkaran yang ditimbulkan oleh pasangan hidup dan lingkungan rumah
tangganya.
2.6 Strategi Meningkatkan Kesehatan Remaja
1)
Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks di masa lalu berfokus pada
anatomi fisiologi reproduksi dan penyuluhan perilaku yang khas kehidupan
keluarga Amerika kelas menengah. Baru – baru ini pendidikan seks mulai membahas
masalah seksualitas manusia yang dihadapi remaja. Misalnya, program – program
yang sekarang berfokus pada upaya remaja untuk “mengatakan
tidak”. Pihak oponen program pendidikan seks di sekolah percaya bahwa diskusi
eksplisit tentang seksualitas meningkatkan aktivitas seksual diantara remaja
dan mengecilkan peran orang tua. Pihak pendukung mengatakan, tidak adanya
diskusi semacam itu dari orang tua dan kegagalan mereka untuk member anak –
anak mereka informasi yang diperlukan secara nyata untuk menghambat upaya
mencegah kehamilan pada remaja. Peran keluarga, masjid, gereja, sekolah
kompleks dan kontraversial tentang pendidikan seks. Orang tua mungkin tidak
terlibat dalam pendidikan seks pada anak – anaknya karena beberapa alasan,
seperti :
a)
Orang tua tidak memiliki informasi yang
tidak adekuat.
b)
Orang tua tidak merasa nyaman dengan
topik seks.
c)
Para remaja tidak merasa nyaman bila
orang tua mereka membahas seks.
Beberapa orang tua mendapat kesulitan untuk mengakui
“anaknya” adalah individu seksual yang memiliki perasaan dan perilaku seksual.
Penolakan orang tua untuk membahas perilaku seksual dengan putri mereka bisa
menyebabkan putrinya merahasiakan aktivitas seksnya dan dapat menghambat upaya
untuk mendapat bantuan.
2) Fungsi
Penting Program Promosi Kesehatan Remaja
a) Letakkan
pendidikan seksual dalam tatanan kehidupannya
b)
Memberikan pengkuatan positif terhadap perilaku sehat.
c) Pengaruh
struktur lingkungan dan sosial untuk mendukung perilaku peningkatan kesehatan.
d) Memfasilitasi pertumbuhan dan
aktualisasi diri.
e) Menyadarkan
remaja terhadap aspek lingkungan dan budaya barat yang merusak kesehatan dan
kesejahteraan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masa remaja ialah periode waktu individual
beralih dari fase anak ke fase dewasa (lowdermik dan jensen,2004). Tugas-tugas
perkembangan remaja terdiri dari : menerima citra tubuh, menerima
identitas seksual, mengembangkan sistem nilai personal, membuat
persiapan untuk hidup mandiri, menjadi mandiri /bebas
dari orang tua, mengembangkan keterampilan, mengambil
keputusan dan mengembangkan identitas seorang yang dewasa. Identitas
status kesehatan remaja terdiri dari: identitas seksual, identitas
kelompok, identitas pekerjaan, identitas
moral,
dan
identitasa kesehatan. Masa remaja ada dua aspek
perubahan yaitu perubahan fisik dan perubahan
psikologis. Keluarga, sekolah, dan tetangga merupakan aspek
yang secara langsung mempengaruhi kehidupan remaja. Banyak remaja mengira bahwa
kehamilan tidak akan terjadi pada intercourse (senggama) yang pertama kali atau
mereka merasa bahwa dirinya tidak akan pernah terinfeksi HIV / AIDS karena
pertahanan tubuhnya cukup kuat.
3.2
Saran
1) Mahasiswa diharapkan
dapat melaksanakan program yang mengajarkan perilaku sehat kepada para remaja.
2) Pembaca diharapkan bisa
memahami pembahasan tentang kesehatan reproduksi remaja.