Pages

Jumat, 24 Oktober 2014

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


BAB 1
PENDAHULUAN

     1.1  Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologi, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. Di sebagian masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya di mulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. World Health Organization (WHO) remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri.
 Menurut Pardede (2002), masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan.
Mengakhiri pada abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ditandai oleh fenomena transisi demografi ini menyebabkan perubahan pada struktur penduduk, terutama struktur penduduk menurut umur. Apabila sebelumnya penduduk yang terbesar adalah anak- anak maka dalam masa transisi ini proporsi penduduk usia remaja semakin besar.Terdapat 36.600.000 (21% dari total penduduk) remaja di indonesia dan diperkirakan jumlahnya mencapai 43.650.000.Pada awal abd ke-21.
Jumlah remaja yang tidak sedikit merupakan potensi yang sangat berarti dalam melanjutkan pembangunan di indonesia. Seperti yang tercantum dalam garis-garis besar pembangunan indonesia bahwa pembinaan anak dan remaja dilaksanakan melalui peningkatan gizi, pembinaan perilaku kehidupan beragama dan budi pekerti luhur, penumbuhan minat belajar, peningkatan daya cipta dan daya nalar serta kreatifitas, penumbuhan idealisme dan patriotisme. Akan tetapi adanya ketidakseimbangan upaya pembangunan yang di lakukan terutama terhadap remaja, akhirnya menimbulkan masalah bagi pembangunan itu sendiri.
Salah satu dampak ketidakseimbangan pembangunan itu adalah terjadinya perubahan mendasar yang menyangkut sikap dan prilaku seksual pranikah dikalangan remaja. Di amerika latin anak muda berusia 15-24 tahun melakukan intercourse (hubungan seksual) rata-rata pada usia 15 tahun bagi laki-laki dan usia 17 tahun bagi perempuan, Sedangkan di indonesia satu dari lima anak pertama yang dilahirkan pada wanita menikah pada usia 20-24 tahun merupakan anak hasil hubungan seksual sebelum menikah. Tidak tepat dan tidak benarnya informasi mengenai seksual dan reproduksi yang mereka terima semakin membuat runyam masalah perilaku seksual remaja pranikah.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Apa yang dimaksud dengan remaja dalam konsep kesehatan masyarakat?
1.2.2   Apa saja faktor yang mempengarui kesehatan reproduksi pada remaja?
1.2.3 Dampak apa yang terjadi pada remaja ketika melakukan hubungan seks pranikah?
1.2.4  Bagaimana solusi yang tepat mengatasi masalah kesehatan reproduksi pada remaja?

1.3  Tujuan
1.3.1 Mampu memberikan pendidikan kesehatan demi tercapianya derajat kesehatan pada semua remaja baik laki-laki maupun perempuan.
1.3.2 Mengidentifikasi konsep kespro serta faktor yang mempengaruhi kesehatan anak remaja.
1.3.3 Mendiskusikan latar belakang tentang kesehatan reproduksi remaja


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan Reproduksi (kespro) Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Depkes, 2001: 3).
Menurut WHO, yang disebut remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).
Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1) Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2) Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3) Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
4) Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
5) Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6) Menurut WHO, Remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
    (Soetjiningsih,2004).
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya.  Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai  proses reproduksi.
Pengetahuan Dasar  yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka  mempunyai kesehatan reproduksi yang baik, antara lain :
1)  Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja)
2) Remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya
3) Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi
4)  Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
5)  Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
6)  Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
7) Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
8)  Hak-hak reproduksi.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu :
1) Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
2) Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
3) Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb),
4) Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi antara lain adalah:
a)   Konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB)
b) Pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi baru lahir/neonatal)
c) Pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan
d)  Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
e)  Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kesehatan reproduksi.
      
2.2  Tahap – tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap
perkembangan remaja:
1) Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa.
2) Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau
banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu
sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawankawan.
3) Remaja akhir (late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal yaitu:
• Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
• Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.
• Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
• Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
• Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2008).
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:
1) Masa remaja awal (10-12 tahun)
• Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
• Tampak dan merasa ingin bebas.
• Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2) Masa remaja tengah (13-15 tahun)
• Tampak dan ingin mencari identitas diri.
• Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
• Timbul perasaan cinta yang mendalam.
3) Masa remaja akhir (16-19 tahun)
• Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
• Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
• Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
• Dapat mewujudkan perasaan cinta.
• Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak. (Widyastuti dkk, 2009)
Pertumbuhan Fisik Pada Remaja Perempuan :
1)  Mulai menstruasi.
2)  Payudara dan panggul membesar.
3)  Indung telur membesar.
4)  Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
5)  Vagina mengeluarkan cairan.
6)  Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
7)  Tubuh bertambah tinggi (Lengan dan Tungkai kaki bertambah panjang )
8) Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti anak kecil lagi.
9)    Kaki dan tangan bertambah besar
10)  Keringat bertambah banyak
11)  Indung telur mulai membesar dan berfungsi sebagai organ reproduksi
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki :
1)   Terjadi perubahan suara mejadi besar dan berat.
2)   Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin.
3)   Tumbuh kumis.
4)   Mengalami mimpi basah.
5)   Tumbuh jakun.
6)   Pundak dan dada bertambah besar
7)   Penis dan buah zakar membesar.
8)   Tubuh bertambah berat dan tinggi
9)   Keringat bertambah banyak
10)  Kulit dan rambut mulai berminyak
11)  Lengan dan tungkai kaki bertambah besar
12) Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti anak kecil lagi
Perubahan Psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki, mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab, yaitu :
1)     Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
2)     Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua.
3)     Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
4)  Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada kelompoknya.
Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dari lingkungan barunya.
      
2.3  Determinan  Perkembangan Remaja
Pada bagian ini juga penting diketahui aspek atau faktor-faktor yang berhubungan atau yang mempengaruhi kehidupan remaja. Keluarga, sekolah, dan tetangga merupakan aspek yang secra langsung mempengaruhi kehidupan remaja, sedangan struktur sosial, ekonomi politik, dan budaya lingkungan merupakan aspek yang memberikan pengarauh secara tidak langsung terhadap kehidupan remaja. Secara garis besarnya ada dua tekanan pokok yang berhubungan dengan kehidupan remaja ,yaitu internal pressure (tekanan dari dalam diri remaja) dan external pressure (tekanan dari luar diri remaja)
Tekanan dari dalam (internal pressure) merupakan tekanan psikologis dan emosional. Sedangkan teman sebaya, orang tua guru, dan masyarakat merupakan sumber dari luar (external pressure). Teori ini akan membantu kita memahami masalah yang dihadapi remaja salah satunya adalah masalah kesehatan reproduksi.

2.4  Perilaku seksual remaja dan kesehatan reproduksi
Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian yang sangat berbeda satu sama lainya. Perilaku dapat di artikan sebagai respons organisme atau respons seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang ada(Notoatmojdo,2007). Sedangakan seksual adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks. Jadi perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
Adanya penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja untuk aktif secara seksual lebih dini. Dan adanya presepsi bahwa dirinya memiliki resiko yang lebih rendah atau tidak beresiko sama sekali yang berhubungan dengan perilaku seksual, semakin mendorong remaja memenuhi memenuhi dorongan seksualnya pada saat sebelum menikah. Dan banyak remaja mengira bahwa kehamilan tidak akan terjadi pada intercourse (sanggama) yang pertama kali atau dirinya tidak akan pernah terinfeksi HIV/AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup kuat.
Mengenai kesehatan reproduksi, ada beberapa konsep tentang kesehatan reproduksi, namun dalam tulisan ini hanya akan dikemukakan dua batasan saja. (ICPD) dan sai dan Nassim). Batasan kesehatan reproduksi menurut International Conference on Population and Development(ICPD) hampir berdekatan dengan batasan ‘sehat’ dari WHO. Kesehatan reproduksi menurut ICPD adalah keadaan sehat jasmani, rohani,dan buakan hanya terlepas dari ketidak hadiran penyakit atau kecacatan semata, yang berhubungan sistem fungsi, dan proses reproduksi(ICPD,1994).
Beberapa tahun sebelumnya Rai dan Nassim mengemukakan definisi kesehatan reproduksi mencakup kondisi di mana wanita dan pria dapat melakukan hubungan seks secara aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan, dan bila kehamilan diinginkan, wanita di mungkinkan menjalani kehamilan dengan aman, melahirkan anak yang sehat serta di dalam kondisi siap merawat anak yang dilahirkan (Iskandar, 2003)
Dari kedua definisi kesehatan reproduksi tersebut ada beberapa faktor yang berhubungan dengan status kesehatan reproduksi seseorang, yaitu faktor sosial ,ekonomi,budaya, perilaku lingkungan yang tidak sehat, dan ada tidaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu mengatasi gangguan jasmani dan rohani. Dan tidak adanya akses informasi merupakan faktor tersendiri yang juga mempengaruhi kesehatan reproduksi.
Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi seseorang. Pada pasal 7 rencana kerja ICPD Kairo dicantumkam definisi kesehatan reproduksi menyebabkan lahirnya hak-hak reproduksi. Berdasarkan pasal tersebut hak-hak reproduksi di dasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi semua pasangan dan pribadi untuk menentukan secara bebas dan bertangung jawab mengenai jumlah anak, penjarangan anak (birth spacing), dan menentukan waktu kelahiran anak-anak mereka dan mempunyai informasi dan cara untuk memperolehnya, serta hak untuk menentukan standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam pengertian ini ada jaminan individu untuk memperoleh seks yang sehat di samping reproduksinya yang sehat (ICPD, 1994). Sudah barang tentu saja kedua faktor itu akan sangat mempengaruhi tercapai atau tidak kesehatan reproduksi seseorang ,termasuk kesehatan reproduksi remaja.

2.5  Perilaku seksual berisiko remaja saat ini
Seperti telah dikemukakan di bagian pendahuluan, banyak berita di media massa yang menggambarkan fenomena perilaku seksual remaja pranikah di indonesia. Sebenarnya perilaku seksual remaja pranikah sudah ada sejak manusia ada. Tetapi informasi tentang perilaku tersebut cenderung tidak terungkap secara luas. Sekarang kondisi masyarakat telah berubah. Dengan telah makin terbukanya arus informasi, makin banyak pula yang mengungkapkan permasalahan perilaku seksual remaja, termasuk hubungan seksual pranikah
Perilaku seks remaja di kota Samarinda boleh dikata sudah cukup mengkhawatirkan. 56 Persen Hubungan Seks Dilakukan Pada Usia 13-16 tahun. Demikian antaralain hasil survey  Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalimantan Timur tentang perilaku remaja Samarinda tahun 2008. Dari 300 remaja (usia 13-20 tahun)  yang disurvey, 12 persen responden mengaku sudah melakukan hubungan seks. Celakanya, 56 persen diantaranya sudah melakukan hubungan layaknya suami istri itu pada usia antara 13-16 tahun. Survey dilakukan di kalangan remaja, termasuk sebagian besarnya adalah pelajar SMU/SMK.
Masih dari hasil survey yang sama, alasan tertinggi hubungan seks dilakukan yakni sebesar 33 persen adalah karena “dorongan hasrat seks”. 28 persen responden menyebut karena alasan “cinta”, sementara 22 persen responden yang lain menggunakan dalih “suka sama suka”. Di luar persentase itu, 17 persen responden mengaku melakukan hubungan intim  karena “terpaksa”. Hubungan seks dominasinya dilakukan dengan pacar (44 persen), bahkan dengan teman sendiri (28 persen). Hubungan seks lain yang dilakukan para remaja diantaranya dilakukan dengan para PSK (28 persen).
73 persen remaja mengaku sudah berpacaran dan 9 persen diantaranya sudah melakukan hubungan seks diluar nikah. 50 persen responden menyebut alasan pacaran sebagai media “penyemangat”.  Namun 27 persen responden mengaku tidak berpacaran. 36 persen diantaranya mengaku belum siap dan 24 persen yang lain blak-blakan mengaku dilarang ortu.
Alasan mereka melakukan hubungan intim saat pacaran, lagi-lagi karena hentakan hasrat seks yang  tinggi (53 persen), 32 persen menyebut alasan bukti cinta dan sekadar mengikuti trend. 15 persen responden yang lain melakukan hubungan seks karena alasan “coba-coba”.
Survei PKBI Kaltim juga mencatat bahaya memberi kebebasan terhadap remaja tinggal sendiri dalam rumah kos-kosan. 28 persen hubungan seks para remaja ternyata dilakukan di kos-kosan.  23 persen dilakukan di rumah ortu dan 8 persen dilakukan di tempat rekreasi. Yang agak miris lagi, ternyata sekolah juga tidak lepas dari ajang pesta seks remaja (14 persen).  99 persen responden mengaku sudah mengenal pornografi dari berbagai media, termasuk situs porno di internet. Dan hanya 1 persen yang mengatakan tidak mengenal. 53 persen responden mengaku sudah mengenal pornografi sejak usia dibawah 15 tahun.
Terkait pornografi yang ada di dunia maya internet sebanyak 73 persen responden meyakini penutupan situs porno bisa mengurangi perilaku negatif para remaja. 300 responden  juga memberi resep “melakukan kegiatan positif” (62 persen), “aktif berorganisasi” (15 persen), “pilih-pilih pergaulan” (16 persen) dan “tidak pacaran” (7 persen) sebagai hal-hal yang paling mungkin dilakukan agar terhindar dari seks bebas.
Angka lebih mencengangkan  justru tergambar  dari pengakuan responden tentang apa yang mereka ketahui tentang perilaku seks teman-teman mereka. 300 responden yang disuguhi pertanyaan “Apakah anda mengetahui teman anda melakukan hubungan seks diluar nikah”, 64 persen menyebut “ya” mengetahui. 36 persen sisanya menjawab “tidak mengetahui”.  Mereka bahkan  bisa menjawab dengan siapa hubungan seks itu dilakukan. Pastinya 55 persen responden menyebut hubungan seks dilakukan dengan pacar masing-masing. 21 persen dilakukan dengan teman yang lain, 6 persen dilakukan dengan PSK dan 18 persen dilakukan dengan selain dari yang tersebut diatas. Juga disebutkan 33 persen hubungan seks teman-teman mereka dilakukan pada usia antara 13-16 tahun. 37 persen pada usia 17-20 tahun.
Tempat kos dan rumah ortu masih mendominasi tempat dimana perzinahan itu banyak dilakukan. 36 persen seks bebas dilakukan di rumah ortu dan 28 persen di tempat kos. Sekolah juga menjadi ajang perzinahan yakni sebesar 8 persen pengakuan responden.“Setidaknya ini bisa jadi bahan kajian, kapan dan dari mana seharusnya pendidikan tentang seks harus diberikan. Agar para remaja bisa memahami seks secara benar, termasuk dalam kaitan norma dan etikanya,” kata Direktur Pelaksana Daerah PKBI Kaltim  Sumadi Atmodiharjo
Faktor-faktor yang sangat terkait kondisi saat ini menyebabkan perilaku serksual remaja semakin menggejala akhir-akhir ini. Namun begitu, banyak remaja tidak mengindahkan bahkan tidak tahu dampak dari perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat ataupun waktu yang lebih panjang. Sebuhungan dengan definisi kesehatan reproduksi yang telah di bicarakan dahulu, berikut ini akan di bahas mengenai beberapa dampak perilaku seksual remaja pranikah terhadap kesehatan reproduksi.
1)                  Hamil yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)
Unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak di kehendaki) merupakan salah satu akibat dari perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru seperti: melakuakan hubungan seks pertama kali, atau hubungan seks jarang dilakuakan,atau perempuan masih muda usianya, atau bila hubungan seks dilakuan sebelum atau sesudah menstruasi, atau bila mengunakan teknik coitus interuptus (sanggama terputus), kehamilan tidak akan terjadi merupakan pencetus semakin banyaknya kasus unwanted pregnancy. Seperti salah satu kasus pada penelitian khisbiyah (1995) ada responden mengatakan, untuk menghindari kehamilan maka hubungan seks dilakuakan di antara dua waktu menstruasi. Informasi itu tentu saja bertentangan dengan kenyataan bahwa sebenarnya masa antara dua siklus menstruasi itu merupakan masa subur bagi seorang wanita.
2)                  Penyakit menular seksual (PMS) –HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Sering kali remaja melakukan hubungan seks yang tidak aman. Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakuakan anal seks menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV, seperti sifilis, gonore, herpes, klamidia dan AIDS . dari data yang ada menukjukan bahwa diantara penderita atau kasus HIV/AIDS, 53,0% berusia antara 15-29 tahun. Tidak terbatasnya cara melakuakan hubungan kelamin pada genital-genital saja(bisa juga oragenital) menyebabkan penyakit kelamin tidak saja terbatas pada daerah genital, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ektra genital. 
3)                  Psikologis 
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi, pihak perempuan atau tepatnya korban utama dalam masalah ini. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat delimatis. Dalam pandangan masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga, yang secara telak mencoreng nama baik keluarga dan ia adalah si pendosa yang melangar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman sosial ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan binggung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui kehamilanya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan kadang disertai rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib membuat kondisi sehat secara fisik, sosial dan mental yang berhubungan dengan sistem ,fungsi,dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.
Namun ada hal yang perlu pula untuk diketahui bahwa dampak yang terjadi pada remaja bukan hanya pada saat pranikah, namun dapat pula memberikan dampak negatif saat menikah dan hamil muda.
Dan tetap perlu diingat bahwa perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun sedang berada di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik. Karena tubuhnya belum berkembang secara maksimal, maka perlu dipertimbangkan hambatan/ kerugian antara lain :
a)  Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehailannya termasuk control kehamilan. Hal ini berdampak pada meningkatnya berbagai resiko kehamilan.
b)  Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang dapat berdampak pada keracunan kehamilan serta kejang yang berakibat pada kematian.
c) Penelitian juga memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (di bawah 20tahun) sering kali berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding rahim.
d)  Dari sisi pertimbangan psikologis, remaja masih merupakan kepanjangan dari masa kanak-kanak. Kebutuhan untuk bermain dengan teman sebaya, kebutuhan untuk diperhatikan, disayang dan diberi dorongan, masih begitu besar sebelum ia benar-benar siap untuk mandiri.
e) Wawasan berpikirnya belum luas dan cukup matang untuk bisa menghadapi kesulitan, pertengkaran yang ditimbulkan oleh pasangan hidup dan lingkungan rumah tangganya.

2.6  Strategi Meningkatkan Kesehatan Remaja
1)  Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks di masa lalu berfokus pada anatomi fisiologi reproduksi dan penyuluhan perilaku yang khas kehidupan keluarga Amerika kelas menengah. Baru – baru ini pendidikan seks mulai membahas masalah seksualitas manusia yang dihadapi remaja. Misalnya, program – program yang sekarang berfokus pada upaya remaja untuk “mengatakan tidak”. Pihak oponen program pendidikan seks di sekolah percaya bahwa diskusi eksplisit tentang seksualitas meningkatkan aktivitas seksual diantara remaja dan mengecilkan peran orang tua. Pihak pendukung mengatakan, tidak adanya diskusi semacam itu dari orang tua dan kegagalan mereka untuk member anak – anak mereka informasi yang diperlukan secara nyata untuk menghambat upaya mencegah kehamilan pada remaja. Peran keluarga, masjid, gereja, sekolah kompleks dan kontraversial tentang pendidikan seks. Orang tua mungkin tidak terlibat dalam pendidikan seks pada anak – anaknya karena beberapa alasan, seperti :
a)      Orang tua tidak memiliki informasi yang tidak adekuat.
b)      Orang tua tidak merasa nyaman dengan topik seks.
c)      Para remaja tidak merasa nyaman bila orang tua mereka membahas seks.
Beberapa orang tua mendapat kesulitan untuk mengakui “anaknya” adalah individu seksual yang memiliki perasaan dan perilaku seksual. Penolakan orang tua untuk membahas perilaku seksual dengan putri mereka bisa menyebabkan putrinya merahasiakan aktivitas seksnya dan dapat menghambat upaya untuk mendapat bantuan.
2)  Fungsi Penting Program Promosi Kesehatan Remaja
a)  Letakkan pendidikan seksual dalam tatanan kehidupannya
b)  Memberikan pengkuatan positif terhadap perilaku sehat.
c) Pengaruh struktur lingkungan dan sosial untuk mendukung perilaku peningkatan kesehatan.
d)  Memfasilitasi pertumbuhan dan aktualisasi diri.
e) Menyadarkan remaja terhadap aspek lingkungan dan budaya barat yang merusak kesehatan dan kesejahteraan.


BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Masa remaja ialah periode waktu individual beralih dari fase anak ke fase dewasa (lowdermik dan jensen,2004). Tugas-tugas perkembangan remaja terdiri dari : menerima citra tubuh, menerima identitas seksual, mengembangkan sistem nilai personal, membuat persiapan untuk hidup mandiri, menjadi mandiri /bebas dari orang tua, mengembangkan keterampilan, mengambil keputusan dan mengembangkan identitas seorang yang dewasa. Identitas status kesehatan remaja terdiri dari: identitas seksual, identitas kelompok, identitas pekerjaan, identitas moral, dan identitasa kesehatan. Masa remaja  ada dua aspek perubahan  yaitu perubahan fisik dan perubahan psikologis.    Keluarga, sekolah, dan tetangga merupakan aspek yang secara langsung mempengaruhi kehidupan remaja. Banyak remaja mengira bahwa kehamilan tidak akan terjadi pada intercourse (senggama) yang pertama kali atau mereka merasa bahwa dirinya tidak akan pernah terinfeksi HIV / AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup kuat.

3.2  Saran
1)  Mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan program yang mengajarkan perilaku sehat kepada para remaja.
2)  Pembaca diharapkan bisa memahami pembahasan tentang kesehatan reproduksi remaja.



0 komentar:

Posting Komentar